Jumat, 30 Agustus 2019

AWAL MULA PENCIPTAAN _ bagian kedua


ENSIKLOPEDI  MINI  PERJALANAN  DUNIA
Oleh : Kholid Abu Zakia
Edisi 3:

AWAL MULA PENCIPTAAN
_ bagian kedua _

          



  Kemudian Allah berkehendak menciptakan makhluk-Nya.

Lantas, apakah kiranya makhluk yang pertama kali Allah ciptakan? Dan bagaimana proses penciptaan makhluk tersebut?

Untuk mengetahuinya, simaklah ulasan berikut ini!

Namun, sebelum kita mengulas masalah ini, perlu kita tekankan bahwa segala sesuatu selain Allah adalah makhluk. Di alam jagad raya ini, hanya ada dua unsur: Kholiq dan makhluk, Pencipta dan ciptaan. Dan Sang Pencipta itu satu, tunggal, tidak berbilang. Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Dalil hal ini adalah firman Allah:

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Artinya:
            “ Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS.Al-Fatihah: 1).

            Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rohiahullah berkata: “segala sesuatu selain Allah adalah ‘alam”.[1]

            Imam Ibnu Katsier dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah membawakan sebuah judul: ‘Fasal: Allah Azza wa Jalla berfirman dalam Kitab-Nya yang Mulia:

(اللَّهُ خالق كل شئ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شئ وَكِيلٌ) [الزمر: 62]

Artinya:
            “ Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Memelihara segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62).

            Maka, segala sesuatu selain-Nya adalah makhluk-Nya, yang dikendalikan dan diatur (oleh Allah), dijadikan (oleh Allah) setelah dahulu ia belum ada, Allah jadikan dia dari tidak ada.”[2]
           
Jadi, segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang tunduk di bawah kehendak dan pengaturan Allah Sang Pencipta. Ini wajib kita yakini.

        
   Nah, sekarang mari kita membahas makhluk yang pertama kali diciptakan!

Mengenai makhluk pertama yang Allah ciptakan, para ulama berbeda pendapat. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah ‘Arsy (singgasana) Allah. Dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Katsier rohimahullah. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah Al-Qolam (Pena Takdir). Pendapat ini dipilih oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari, Imam Ibnu Atsier, Imam Ibnul Jauzi dan beberapa ulama lainnya. Selain kedua pendapat ini, ada juga ulama yang berpendapat bahwa makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah cahaya dan kegelapan, ada juga yang berpendapat bahwa makhluk pertama adalah langit dan bumi. Namun, berdasarkan dalil-dalil yang ada, maka pendapat pertama dan kedualah yang lebih dekat dengan kebenaran.[3]

Pendapat pertama, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa ‘Arsy adalah makhluk yang pertama kali Allah ciptakan berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :


عَنْ أَبِي رَزِينٍ لَقِيطِ بْنِ عَامِرٍ الْعُقَيْلِيِّ أَنَّهُ قَالَ " يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ كان (2) ربنا قبل أن يخلق خلقه؟ قَالَ: كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ وَمَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ (3) ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ "

Artinya:
            “ Dari Abu Rozin Laqith bin Amir al-Uqoili, ia bertanya: ‘Wahai Rasulullah, Di mana Tuhan kita dahulu sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya?” Rasulullahصلى الله عليه وسلم  menjawab: ‘Dia (Allah) dalam keadaan ‘amaa’ di atasnya kosong dan di bawahnya pun kosong, kemudian Allah menciptakan ‘arsy.’” (HR. Ibnu Majah, At-Tirmidzi dan yang lainnya).

            Mengenai hadits ini, Yazid bin Harun berkata: Al-‘Amaa maksudnya adalah tidak ada sesuatu pun bersama-Nya.

            Imam Ibnu Katsier berkata: “ Jadi, mereka bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang permulaan penciptaan langit dan bumi. Karena itu, mereka mengatakan: ‘Kami datang hendak menanyakan kepadamu mengenai awal mula penciptaan perkara ini (yaitu: langit dan bumi, pen) sehingga Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab mereka dengan sebatas apa yang mereka tanyakan. Dari itu, Beliau tidak memberitahu mereka mengenai penciptaan ‘arsy sebagaimana yang Beliau ceritakan dalam hadits Abu Rozin yang terdahulu.

            Pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama sebagaimana yang dinukil oleh Al-Hafidz Abul ‘Ala Al-Hamadaani dan lainnya bahwa ‘arsy telah diciptakan sebelum itu. Dan inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalan Adh-Dhohhak dari Ibnu Abbas sebagaimana yang ditunjukkan pula oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohih beliau: dimana beliau berkata: telah menceritakan kepadaku Abu Thohir Ahmad bin Amru bin Abdillah bin Amru bin Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Abu Hani’ Al-Haulaani dari Abu Abdurrahman Al-Jili dari Abdullah bin Amru bin Ash, beliau berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ  قَبْلَ أن يخلق السموات وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ،
Artinya:
            “Allah menulis takdir para makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.”

Jumhur ulama itu mengatakan: Jadi, takdir ini maksudnya adalah penulisan takdir dengan al-qolam. Hadits ini menunjukkan bahwa kejadian ini terjadi setelah ‘arsy diciptakan. Maka, jadilah ia sebuah ketetapan bahwa ‘arsy diciptakan terlebih dahulu sebelum diciptakan al-qolam yang dengannya Allah menuliskan takdir-takdir itu sebagaimana pendapat jumhur ulama. Sementara hadits mengenai al-qolam ini dibawa kepada pengertian bahwa ia adalah makhluk pertama yang diciptakan dari alam semesta ini.”[4]


Pendapat kedua mengenai makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah bahwa Al-Qolam adalah makhluk Allah yang pertama kali diciptakan. Apa dalil mereka dan bagaimana sisi pendalilannya?! Untuk mengetahuinya, simak kami pada edisi berikutnya!






[1] Lihat kita tsalatsatul ushul karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
[2] Lihat kitab: Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsier bab kullu maa siwallahi makhluq.
[3] Penjelasan lebih rinci masalah ini dapat Anda lihat di kitab: Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsier bab kullu maa siwallahi makhluq, kitab Al-Kaamil fut taariekh karya Inul Atsier bab alqoulu fi ibtida’il kholqi wa maa kaana awwaluhu, Kitab Al-ma’aarif karya Ibnu Qutaibah Ad-Dainuuri bab mubtada’il kholqi.
[4] Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsier bab kullu maa siwallahi makhluq.

Kamis, 29 Agustus 2019

AWAL MULA PENCIPTAAN _ bagian pertama _


ENSIKLOPEDI  MINI  PERJALANAN  DUNIA

بسم الله الرحمن الرحيم
Edisi 2:

AWAL MULA PENCIPTAAN
_ bagian pertama _
           
Pembicaraan tentang awal mula penciptaan makhluk, baiknya diawali dengan pembicaraan tentang keberadaan Allah sebelum Allah menciptakan makhluk itu sendiri. Dan hal ini telah dijelaskan dalam hadits.
            Dalam kitab shohih Al-Bukhori, bab bad’ul kholqi:  Rasulullah صلى الله عليه وسلم  bersabda:
«كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ، وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ، وَخَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ»
Artinya:
            “ Allah sudah ada ketika segala sesuatu selain-Nya tidak ada. ‘Arsy-Nya ada di atas air. Allah menulis di dalam ‘Adz-dzikr’ (kitab lauhul mahfudz) segala sesuatu dan Dia menciptakan langit dan bumi.”
          
Dalam riwayat lain:
كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْئٌ قَبْلَهُ
Artinya:
            “ Allah sudah ada dan tidak Ada sesuatu pun sebelum diri-Nya.”
            Jadi, Allah-lah yang ada, pada masa ketika apapun belum ada, ketika siapa pun belum ada. Dia sendiri, tidak ada apa dan siapa pun bersama-Nya, dan tidak ada apa dan siapa pun yang mendahului-Nya; mendahului keberadaan-Nya. Keber-ada-an-Nya maha mutlak dan tanpa ada batasan. Dia-lah yang pertama. Dia Al-Awwalu (Dzat Yang Maha Awal) yang tidak didahului oleh ketidak-adaan, sebagaimana firman Allah:
{هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (3) }
Artinya:
            “ Dia-lah yang Maha Awal dan Maha Akhir, Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin, dan Dia Mengetahui segala sesuatu.” (QS.Al-Hadiid: 3).
            Berkata Imam Ath-Thobari: “Allah Ta’ala berfirman: “Dia-lah Yang Maha Awal” sebelum segala sesuatu ada tanpa ada batasannya, “dan Maha Akhir”, Dia berkata: Dan Maha Akhir setelah musnahnya segala sesuatu tanpa ada kesudahannya. Apa alasannya, mengapa ditafsirkan demikian: karena Dia (Allah) sudah ada ketika tidak ada sesuatu pun yang ada selain diri-Nya, dan kelak Dia akan tetap ada setelah musnahnya sesuatu (ini) semuanya; sebagaimana firman-Nya:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ
Artinya:
            “ Segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah-Nya.”
                                               
                                                                        Bersambung, in sya Allah..........

Senin, 26 Agustus 2019

ensiklopedi mini perjalanan dunia (episode 1)


MUQODDIMAH

بسم الله الرحمن الرحيم
            الحمد لله رب العالمين خالق سبع السماوات و الأرضين وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين أصدق القائلين الصادقين إمام المتقين المصطفين سيد الأولين والآخرين نبينا محمد صلى الله عليه وسلم  وعلى آله وصحبه أجمعين.
            أما بعد :
            Segala puji bagi Allah Rabbil ‘alamin, Pencipta tujuh lapis langit dan bumi. Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan baik dalam urusan dunia maupun perkara agama. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi dan Rasul termulia, manusia yang paling jujur ucapannya, imam orang-orang bertakwa pilihan, penghulu orang-orang terdahulu dan kemudian; Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم beserta keluarga dan sahabat beliau.
            Amma ba’du:
Allah Azza wa Jalla Pencipta alam semesta. Dia menciptakan segala sesuatu dengan ilmu dan hikmah kebijaksanaan-Nya. Tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan-Nya. Allah menciptakan segala makhluk-Nya dan mengatur takdir mereka masing-masing; semua itu demikian teratur dan tertata, tanpa ada celah kekurangan sedikit pun jua. Penciptaan sempurna ini, mengantarkan kita untuk mampu menyelami kemaha-luasan ilmu dan hikmah Allah subhanahu wa ta’ala sehingga kita mampu mewujudkan ubudiyah yang sempurna kepada Sang Pemilik kesempurnaan sejati, Sang Pencipta alam semesta, Allah Azza wa Jalla.

            Pembaca yang budiman:
            Kita akan bercerita tentang perjalanan dunia. Ya, perjalanan dunia sejak awal penciptaan hingga akhir dunia, in sya Allah. Cerita ini kami kemas dalam bentuk sebuah buku yang kami beri judul: “Ensiklopedi Mini Perjalanan Dunia”. Di sini, penulis berusaha meringkas berbagai peristiwa yang pernah terjadi di alam jagad raya ini dan juga peristiwa yang akan terjadi kelak, yang memang pasti akan terjadi. Tentunya, hal ini musti berdasarkan wahyu dari Allah Azza wa Jalla. Kejadian-kejadian masa lalu merupakan sejarah yang pernah terjadi pada zaman dahulu, pada zaman ketika kita tidak menghadiri peristiwa di zaman itu. Demikian pula kejadian di masa depan, kejadian yang belumlah lagi terjadi dan kita pun saat ini tidak mengetahui: akankah kita temui peristiwa itu. Namun satu yang pasti bagi orang yang beriman, yakni: ketika Allah Yang Maha Mengetahui mengabarkan tentang sesuatu, ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم  mengabarkan tentang sesuatu, maka orang beriman wajib meyakininya dengan sepenuhnya sebagaimana dikabarkan. Maka, dasar rujukan kita dalam menceriterakan perjalanan dunia ini adalah wahyu dari Allah: Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan sebagai acuan dalam memahami kedua wahyu ini adalah penjelasan para ulama di dalam kitab-kitab mereka.
            Dalam penyajiannya nanti, penulis berusaha menggunakan bahasa yang ringan dan sederhana agar lebih cepat difahami terutama oleh saudara-saudara kita yang tidak memiliki bekal Bahasa Arab. Penulis juga berusaha mempergunakan gaya berbahasa novelis dengan tujuan untuk lebih menghidupkan gambaran peristiwa sehingga lebih dekat dengan visualisasi faktual dalam imajinasi para pembaca.
            Akhirnya, sebagaimana kata pepatah: ‘Tak ada gading yang tak retak’. Tentunya sebagaimana karya manusia yang tak sempurna, dalam buku ini akan ditemukan berbagai kekurangan dan kesalahan. Maka, sebagai saudara seiman: sudilah kiranya saudaraku pembaca untuk melayangkan perbaikan. Semoga dengan itu, Allah mengumpulkan kita semua di surga-Nya dengan penuh cinta kasih dan kemuliaan. Barokallahu fikum!

                                                                                    Praya, 8 Agustus 2019

                                                                                    Kholid Abu Zakia